Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa

Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar dan Asal usul Aksara jawa. Dongeng Ajisaka erat kaitannya dengan Asal usul huruf Jawa atau aksara jawa Hanacaraka. Dongeng Ajisaka bercerita tentang kesewenang-wenangan penguasa jahat (antagonis), kepahlawanan (protagonis), kesetiaan (loyalitas) dan pengorbanan (sacrifice) yang cukup menarik. 

Pada dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cangkar seorang Raja yang sangat jahat dan suka memakan daging manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain. Tidak ada seorang pun yang berani menentang keinginan Prabu Dewata Cengkar.
 
Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa
Dongeng Ajisaka dan Prabu dewata cengkar, asal usul huruf jawa
Kemudian berita tentang kerajaan Medang Kamulan sampai di telinga Aji Saka yang hidup di dusun Medang Kawit, seorang sakti dan baik hati yang memiliki dua pengawal setianya. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat menjadi ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan.

Mendengar cerita kebiasaan Prabu Dewata Cangkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Kemudian Aji Saka ditemani Dora dan Sembada pergi ke Medang Kamulan untuk menolong rakyat di sana melawan Prabu Dewata Cengkar. Sebelum tiba di Medang Kamulan, mereka singgah di pegunungan Kendeng. Di sana Aji Saka berpesan kepada Sembada agar menjaga kerisnya dan jangan memberikan kepada siapapun.

Singkat cerita, Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Sementara di Istana Prabu Dewata Cangkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang prabu. Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cangkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan Tanah seluas serban yang digunakannya.

Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cangkar. Kain penutup kepala yang sempit itu tidak habis-habis gulungannya. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya. Dalam pertempuran sengit, Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar, dengan sigap Aji Saka melilit kuat tubuh sang prabu yang kemudian dilempar ke laut hingga hilang ditelan ombak.
 
Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa
Prabu Dewata Cengkar tewas di tangan Ajisaka
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan serta memboyong ayahnya ke Istana. Suatu hari, Aji Saka teringat akan kerisnya. Ajisaka kemudian memanggil abdi setianya, Sembada yang diajaknya ikut serta ke Medhang Kamulan. Ajisaka memerintahkan Sembada untuk menjemput Dora dan mengambil keris pusaka yang dijaga oleh Dora di Pegunungan Kendeng. Dora pun pergi ke pegunungan Kendeng menemui Sembada.

Namun terjadi kesalahpahaman, Sembada menolak untuk memberikan keris itu, maka terjadilah pertarungan antara Dora dan Sembada Demi Menjaga Keris Milik Aji Saka. Rupanya Ajisaka pernah berpesan kepada Sembada agar untuk tetap menjaga keris pusaka itu, sampai Aji Saka sendiri yang datang mengambilnya. Akhirnya, dengan berat hati Dora dan Sembada bertarung untuk melaksanakan amanat yang telah diembannya.

Masing-masing memegang teguh perintah Ajisaka. Dua orang abdi yang setia ini kemudian berkelahi. Sungguh pertempuran yang sangat seru dan luar biasa. Masing-masing memiliki kekuatan yang seimbang. Akhirnya Doradan Sembada bertempur sampai titik darah penghabisan.

Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa
Dua orang abdi Ajisaka saling bertempur menjaga amanahnya
Karena tak kunjung datang, Aji Saka kemudian menyusul Dora ke pegunungan Kendeng. Betapa terkejutnya Aji Saka melihat dua orang kepercayaannya, Dora dan Sembada, sudah tewas. Rupanya mereka bertarung sampai mati demi memegang amanat yang telah mereka emban. Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikan kejadian memilukan ini dalam sebuah Aksara / huruf yang bunyi dan tulisannya :

Berikut Aksara Jawa atau Hanacarak dengan artinya :
Makna Aksara Jawa :
Ha Na Ca Ra Ka (ono utusan = ada utusan)
Da Ta Sa Wa La (padha kekerengan = saling berkelahi)
Pa Da Ja Ya Nya (padha digdayane = sama-sama saktinya)
Ma Ga Ba Tha Nga (padha nyunggi bathange = saling berpangku saat meninggal).
 
Dongeng Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa
Gambar aksara jawa
Demikian Dongeng  Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar, Asal usul Aksara jawa ini. Cerita rakyat dari provinsi Jawa tengah ini menjadi Asal-usul Akasara/huruf Jawa atau Hanacaraka. Adapun pesan moral dari Dongen Ajisaka dan Prabu Dewata Cengkar ini adalah bahwa Kesetiaan merupakan suatu sikap mulia seorang kesatria, Cerita ini juga mengajarkan untuk menjalankan amanat hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebab, orang yang memegang dan menjalankan amanat dengan baik akan mendapatkan kehormatan di kemudian hari. Dan pelajaran bagi seorang pemimpin agar senantiasa berhahati-hati dan dapat memegang kata-katanya (tidak boleh lupa) agar tidak menimbulkan perselisihan dan korban bagi bawahannya.
Share :
PreviousPost
NextPost

Author:

0 Comments:

Rekomendasi