MEMANG KENAPA KALAU SAYA NDESO?

MEMANG KENAPA KALAU SAYA NDESO?MEMANG KENAPA KALAU SAYA NDESO? Beneran, ini sebuah posting yang tidak penting. Ndesooo!! begitu seloroh Tukul Arwana sang coverboy majalah sobek di acara talk shownya di sebuah siaran TV swasta, tak ada yang marah atau tersinggung dengan kalimat itu jika keluar dari mulut Tukul, dari mulut siapapun jika seloroh itu ditujukan kepada saya justru saya mesam-mesem menikmatinya, sebuah seloroh yang jauh dari sarkasme pada suasana tertentu yang diucapkan secara  terus terang dan lugas.

Memang kenapa jika saya ndeso? tak ada yang salah, siapapun tak ada yang bisa memilih dimana ia dilahirkan, bahkan saya tidak tahu apa jadinya jika dilahirkan di tengah kota Paris, manusia macam apa jadinya saya? Mungkin seumur hidup saya tidak pernah merasakan tangan ini kapalan karena mengayun cangkul atau melihat anak-anak angon sapi.  

Kosa kata Ndeso adalah penggambaran struktural sebuah komunitas pedesaan, yang masih ramah dengan ranah kehidupan sosial dan semangat tenggang rasa yang tinggi, sebuah gambaran kultural dari mana seseorang berasal dan dilahirkan kemudian dikonstruksi dengan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk perilakunya menjadi sebuah kepribadian, kemudian berasimilasi dengan pola kehidupan yang membentuknya kemudian, jadilah ia  manusia ndeso dengan kepribadian baru.


Saya kira semua orang tidak sama sekali bisa menghilangkan sifat ndesonya, saya kira itu adalah sesuatu yang positif, dimana kalimat ndeso sendiri berasal dari batang tubuh yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah teoriti, kekerabatan jaringan sosial yang membentuk sikap-sikap yang masih menyisakan nilai luhur bangsa ini.

Konsep seloroh ndeso muasalnya adalah bentuk kalimat sarkasme yang bertujuan untuk merendahkan seseorang karena terlihat naif dan bodoh serta kampungan, dalam pergaulan mungkin untuk menggambarkan manusia udik dengan segala selera rendahan serta gagap dalam menghadapi situasi tertentu. 

Selera dan citarasa menjadi sesuatu yang sangat absurd untuk dipilah-pilah dan diklasifikasikan, semuanya serba relatif. Siapa yang biasa merekayasa sebuah citarasa dengan membohongi diri sendiri? hanya untuk sebuah kamuflase agar dianggap tidak ndeso? jangan-jangan saya termasuk dalam golongan ini. Ahh,  sekalipun tidak, saya mencoba berdamai diantara keduanya, jika anda memaksa mengklasifikan antara ndeso & modern seperti itu, saya tetap berkawan dengan keduanya. 

Pada suatu saat saya terlihat memiliki citarasa lain yang orang sekarang menyebutnya keren, semisal saya mempunyai kegemaran membaca buku, tukang oprek blog, pendengar setia Beatles, Queen, Cranberries dsb,  untuk memberi kesan saya tidak ndeso? sekalipun tidak. Tak pernah terlintas sedikitpun bahwa apa yang saya lakukan diatas adalah bentuk dari sikap modern dan keren, saya tetap menjadi diri sendiri tanpa sikap berpura-pura. 

Kita kembalikan lagi apakah sedangkal itu jika sesorang tak layak disebut ndeso?  Di benak lain saya tidak merekayasa diri sendiri untuk tidak mengakui bahwa saya tetap menyukai kesenian wayang kulit yang adiluhung sebagai akar budaya saya, serta musik irama melayu klasik sebagai warisan populer masa kecil ndeso saya, atau masih gemar sekali melahap lalapan urap  kangkung dan tempe mendoan, dan asinnya gerih layur.

Mungkin sifat ndeso sering diasosiasikan karena gagap kikuk dalam bersikap terhadap sesuatu hal yang masih asing atau belum pernah saya lakukan sebelumnya. Apakah ini cukup merepresentasikan sikap ndeso saya? terserah apa anda menyebutnya. Hal ini tentu saja sama sekali tidak menyentuh secara subtansial hanya sebatas artifisal. 

Jangan salah pula anda menghubungkan sikap ndeso dengan attitude, pada kenyataannya orang ndeso lebih memilikinya dari pada remaja perkotaan sekarang yang jauh dari tata krama.

saya orang desa

Saya menikmati sifat ndeso saya, sebuah sifat sosial yang sehat dengan budaya senyum dan tegur sapa, konsep hidup untuk saling mengenal, saling membantu dengan suasana jauh dari konflik batin yang harmonis. 

Namun saya juga menikmati proses rekontruksi yang membentuk kepribadian saya secara lepas bagai kuda tanpa kekang, pada keadaan tertentu saya terlihat ekspresif bahkan seorang sahabat ada yang menganggap saya itu orangnya reaktif, egois serta pemarah, namun terbuka jujur apa adanya, walaupun tidak sepenuhnya benar namun terkadang pada keadaan tertentu saya mencoba untuk memahaminya, karena sebenarnya saya lebih introvert dari yang mereka duga. 

Saya hanya mencoba untuk jujur pada diri sendiri. Ketika saya marah saya bisa mengigau lewat tulisan saya, jika saya gundah saya biasa menyampah lewat tulisan atau puisi asal-asalan, namun tidak dengan teriak kencang disiang bolong, saya masih waras.

Kosa kata ndeso dan modern bukan sebuah antonim yang simetris walaupun terlihat betentangan, namun keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing jika disandingkan dengan kata kebudayaan. 

Keduanya tidak bertentangan, keduanya memiliki cita rasanya masing-masing yang melebur dalam kebudayaan kekinian, batas keduanya semakin tidak nyata untuk dipaksakan terpilah-pilah. 

Andapun pasti hafal konsep sikap Ndeso ini begitu cerdas dijual Tukul Arwana lewat banyolan-banyolan khas ndeso yang terkesan naif kikuk dan gagap, akan tetapi itulah "selling pointnya", kata Thukul.  

Jangan pula sampeyan terkejut jika melihat Yok Koeswoyo yang dulu begitu dipuja remaja kota hingga pelosok desa saat masih bersama Koesplus, kini akrab dengan dangau sawah, tinggal di sebuah saung berpakaian sahaja beralas sandal jepit dengan petani binaanya di sebuah desa di Padeglang. 

Apakah anda akan memaksakan diri menyebut Yok Koeswoyo sang musisi rockenroll tersebut ndeso? Jangan pula anda terkejut melihat belasan remaja kota Amsterdam fasih memainkan gamelan dan angklung di Hall Erasmus Huis? 

Sebuah paradoks, jika kita sadar mayoritas melihat remaja kita yang enggan memicingkan mata sedikitpun untuk melirik kedua instrumen musik tradisional tersebut. Lantas sebenarnya kalimat seperti apa untuk medefinisakan  pengertian Ndeso itu sendiri?  terserah anda deh, yang jelas saya tidak merasa malu sedikitpun apalagi merasa inferior jika ada yang menyebut saya, Ndesooo!!! ... hehehe.

Share :
PreviousPost
NextPost

Author:

0 Comments:

Rekomendasi